Ancaman Pidana Buat Pelaku Alihfungsi Lahan Pertanian

Kendawangan-Tokoh masyarakat Kecamatan Kendawangan Kabupaten Ketapang, H Asmuni mengajak petani melawan alih fungsi lahan pertanian yang diperuntukan lain.

Dikatakan sosok yang lebih kenal dengan panggilan Haji Lakok ini mengatakan mengalihfungsikan lahan pertanian untuk peruntukan lain seperti perkebunanan diancam pidana.


"Kita ketahui bersama Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 dengan tegas pelaku alih fungsi lahan pertanian diancam pidana. Bila pelakunya perseorangan diancam pidana 5 tahun denda paling banyak 1 miliar. Bila pejabat pemerintah pidana 5 tahun dan denda paling sedikit 1 miliar, paling banyak 5 miliar. Untuk pelaku korporasi pidana paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun denda paling sedikit 2 miliar, paling banyak 7 miliar ditambah perampasan hasil kekayaan, pembatalan kontrak kerja, pemecatan pengurus perusahaan dan pelarangan pengurus mendirikan perusahaan baru," urai Haji Lakok.

Untuk itu, tegas sosok besar tinggi ini, jangan sampai ada oknum aparat dan oknum-oknum pejabat pemerintah terlibat dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan atau tambang.


Saat mendampingi Wakil Ketua Komisi V DPR RI, H Syarief Abdullah Alkadrie, SH MH meninjau lahan pertanian, Haji Lakok mendapat laporan bahwa hamparan lahan pertanian di Desa Banjarsari Kecamatan Kendawangan telah berkurang dan diduga telah dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan sawit.

"Dengan semangat UU 41 tersebut, saya mengajak para petani dan masyarakat untuk melawan dugaan alihfungsi lahan ini. Tidak hanya di Desa Banjarsari, tapi seluruh Ketapang. Kita minta aparat untuk menyelidikinya, dan saya siap melaporkannya hingga ke Kementerian Pertanian RI agar alih fungsi ini diusut tuntas, pelaku bisa ditindak. Kita harap lahan dikembalikan ke petani sehingga mereka bisa bertani lagi," ajak Haji Lakok yang siap berada di garda terdepan.

Haji Lakok juga menceritakan pengalaman buruknya terkait di salahsatu koperasi perkebunan sawit. Dirinya sudah 12 tahun punya kebun plasma dan sama sekali tidak mendapatkan hak selaku pemilik lahan termasuk KTA dan SAK.

"Saya sudah buat laporan terkait hal ini. Oknum ketua koperasinya sudah menjadi tersangka tetapi tidak ditahan. Saya dengar terlalu banyak yang intervensi. Apalagi rakyat kecil? Kasihan mereka ditindas, setiap bulan hanya dibayar paling tinggi 300-400 ribu bila memiliki lahan satu kapling, apakah ini cukup buat kebutuhan mereka? Mungkin lahan sawit itu bila dikelola oleh masyarakat sendiri untuk bertani dengan 2 kali panen padi, bisa jadi pendapatan mereka lebih besar dari yang didapat dari plasma," urainya.

Haji Lakok menegaskan kepada aparat untuk menuntaskan penyelidikan dan penyidikan seperti kasus-kasus yang dialami dirinya serta apa yang dilaporkan para petani. Sosok ini juga meminta aparat untuk menseriusi dugaan alihfungsi lahan pertanian, dan dirinya sendiri siap melaporkan lahan-lahan yang sudah dialihfungsikan kepada Menteri Pertanian RI di Jakarta secara langsung. (Dek01)

LihatTutupKomentar
Cancel